Followers

Monday, September 29, 2008

Tuesday, September 16, 2008

SEPI

Siang merangkak
Malam mengingsut,
Angin mati
Sepi meratah hati

Adalah ketika engkau tidak di sisi.

MIMPI YANG TERSADAI

Kekasihku
Ada mimpi manis yang terlakar dalam lenaku
pada malam yang dingin
saat rembulan penuh keemasan
menyelinap masuk melalui jendela kaca
lalu menimpa wajahmu di ribaanku

pipimu ku usap dengan cinta yang sarat
dan bibirmu ku kucup penuh hangat
sepanjang malam
kita senandungkan syair rindu yang tertangguh
lewat musim yang tidak ada pertemuan

saat mentari merisik bulan
lenaku kembali terusik
airmatamu tertinggal di pipiku.

Wednesday, September 10, 2008

BILA PUISI MENYEBERANGI SEMPADAN



Assalamualakum
Salam pagi seindah wajah matahari buat pembaca budiman. Dunia tanpa sempadan. Satu ungkapan yang sangat popular dewasa ini. Malah kata-kata ini sering meniti di bibir-bibir pemimpin dalam ucapan-ucapan dasar pada satu-satu majlis. Ungkapan itu memberi satu gambaran yang sangat luas. Sempadan apa? Sempadan yang bagaimana? Apa yang dimaksudkan dengannya? Teknologi meruntuhkan segala sempadan. Dengannya tidak ada halangan kita ke mana-mana, suara kita, ungkapan-ungkapan kita malah hampir segalanya. Dengannya juga puisi-puisi saya terbang melangkaui sempadan. Antaranya saya mendapat komen dari pembaca di Tanah Seberang untuk tiga puisi saya.

Marah Yang Parah
oleh
Indah Hairani


Melihat tangis.. Karim Qobeisi,
Jangan kata kami tak marah
bila bumi saudara kami berdarah
hati saudara kami berdarah
hati kami berdarah.

Kami tengah marah
marah yang parah
marah yang merah
Nabatiyeh hampir musnah
Gaza yang punah
maruah diterjah.

Jangan kata kami tak marah
marah yang parah
tunggulah padah
" kami tidak akan menyerah"
sumpah!

Komentar

Yah… bebas Ndah… bebaslah bersuara… makin banyak komentar yang mengkritik Ndah… itu akan semakin baik…. saya katakan bebaskanlah, bebaskanlah, suarakan segalanya…. ekspresikan
Turuti kata-kata saya, makin banyak komentar-komentar yang miring untuk karya-karya Ndah, itu semakin buat Ndah cepat terkenal…. Percaya deh… bebaskan dirimu,mulai saat ini


Argh!!!!
oleh
Indah Hairani


Di bumi saudaraku
ada suara merintih
gergasi hitam dari laut
Pengandaran berserakan
Eki antara 160 yang hilang
mungkin terkorban antara 340 yang disahkan
runtuhan masih kelihatan
dan kedengaran Ira mengongsi ngeri kedua dalam
tempoh 19 bulan.

Di bumi saudaraku
ada suara merintih
hujan api dari langit
batu-batu dan daging bergumpalan
darah 227 yang maut dan ratusan cedera
jutaan yang menderita.

Namun di bumiku
gegak tawa pereka pakaian
memilih renda dan lace
segalanya lumayan.


Komentar

Saya hanya ingin berkata, “Inilah seorang seniman, inilah kata-kata dan kesedihan yang khas seorang sasterawan. Ia selalu menginginkan kehidupan yang sempurna, yang baik, yang selaras… tapi hidup tidak seperti itu, hidup penuh dengan cacat cela, ketidak adilan dan kemunapikan”.. seorang seniman akan mewujudkan dunia imajinasinya itu (kehidupan yang sempurna, yang baik, yang selaras) dalam karya-karyanya, ia seolah membangun jarak dengan dunia kehidupan nyatanya sendiri (hidup penuh dengan cacat cela, ketidak adilan dan kemunapikan) dan membangun dunia buat dirinya sendiri yang di penuhi dengan hal-hal yang sempurna, seorang seniman akan berkata, “hidup, seharusnya seperti ini…”.


Percakapan Terpencil Dari Seorang Sahabat...
oleh Indah Hairani


Ingin sekali aku
Untuk turut sama menyambut hari jadi sepasang suami isteri
dan mengurangkan satu kerusi kosong
sambil turut mengunyah bulan yang bicara sendiri
dan memaknai salam jujur seniman
lalu selebihnya turut mencicip gizi di meja makan yang sama

Namun dalam keterlampauan kecilnya aku
selamat malam hanya terucap dalam diam
sambil membiarkan derita perkenalan itu
tersimpan dalam kelongsong ingatan.


Koment:
“Wahai seniman kau begitu percaya diri, meskipun karyamu tidak banyak terbeli, kau begitu sabar menunggu datangnya ide… yang entah kapan datangnya..”
(kutipan dari Karlina Leksono)

Walupun tidak memadai, saya mencoba percaya diri untuk memberikan sedikit komentar yang kurang layak, Insya Allah akan menjadi sebuah kebaikan bagi Indah maupun diri saya sendiri.
Bagimanapun, rintangan bahasa, budaya dan elemen system (birokrasi) bukanlah hal-hal yang dapat begitu saja terabaikan, belum lagi perbedaan pemahaman yang terlahir dari banyaknya ketidaksamaan kita (pengetahuan, perbendaharaan kata, sekaligus persepsi kita tentang hidup).

(“Dulu, aku tidur lebih awal…..”)
my diary, Des 2002

“Ndah, syair Ndah itu sungguh membuat saya menangis, dengan derasnya, tak mampu untuk mencoba berhenti, saya mencoba untuk meyakinkan ulang diri sendiri,”Saya laki-laki, saya laki-laki, dan seorang laki-laki tidak pantas untuk menangis, saya bukan perempuan, tapi laki-laki yang seharusnya kuat dan perkasa”. Ndah, Ini benar-benar pernah saya alami, dan akan saya alami sekali lagi, benar-benar sebuah tragedy kan Ndah?... tidak hanya sebuah syair ataupun cerita fiksi rekaan, namun nyata, demikian nyata saya alami sendiri, hanya seorang diri, pahit Ndah, sangat pahit, getir, tapi tetap harus saya telan sendiri”.

“Syair adalah sebuah kata hati… sebuah palung terdalam dari misteri perasaan-perasaan teragung manusia”, yang tidak mungkin… kata-kata keseharian terlampau miskin, bahkan kata-kata ilmiah terlampau kering untuk menggambarkan dan mengungkapkan, siapa dan bagaimana manusia itu?.. banyak definisi dan rangkain karya ilmiah untuk menggambarkanya, namun sosok manusia itu sendiri tetap berada dalam ruang yang terlindung untuk bisa dipahami oleh definisi-definisi itu sendiri. Berapa banyaknya pun karya ilmu pengetahuan, agama, sains, filsafat untuk menjawab, hakikat siapa dan bagaimana manusia itu, tetap tidak mampu menjawabnya, manusia tetap dalam ruangan hitam yang tak terdefinisikan.
Ruangan inilah yang akan diisi oleh para penyair, oleh para seniman, sasterawan… bahkan mereka-mereka inilah (para penyair, oleh para seniman, sasterawan)yang lebih mampu menjawab, pertanyaan-pertanyaan dasariah tersebut, saya percaya, hati, jiwa dan akal seorang sasterawan/seniman lebih tajam dari pada hanya sekedar seorang ilmuwan atau agamawan.
Hanya dengan kepekaan hati, jiwa dan akal seorang sasterawan/senimanlah yang bisa memprediksikan/meramalkan masa depan manusia…. Ndah boleh percaya atau tidak… dan saya pergi ke wilayah seniman dan sasterawan karena pertanyaan-pertanyaan yang sudah tidak sanggup bagi akal saya untuk menjawabnya.

Monday, September 8, 2008

IDIL FITRI YANG KULEWATI

Salam pagi, salam seindah matahari kepada semua pembaca yang singgah di anjung saya pagi ini. Dan hendaknya hari ini hari yang lebih baik dari hari semalam.

Pagi ini senyum saya seceria matahari, saat melangkah ke anjung blog, mata saya tertancap pada sekuntum matahari. Terima kasih Bikash menghadiahkan kak Indah sekuntum senyum matahari. Wah! terasa ceria bila anjung bertukar wajah dan warna. Lantas saya cuba meninggalkan jejak pagi di sini. Malam tadi sms dari Bikash, dan pagi ini, inilah hasilnya. Terima kasih dan terima kasih sekali lagi dik!. Setiap kebaikan walaupun sedikit ia tetap akan mendapat ganjaran, apatah lagi pada bulan-bulan mulia ini. Setiap ibadah sunat akan mendapat pahala wajib dan ibadah wajib akan berganda-ganda mendapat pahalanya. Sebut tentang puasa, kita tidak dapat memisahkannya daripada hari raya. Dan sebut tentang raya, mengingatkan saya kepada banyak nostalgia-nostalgia manis pahit pada raya yang pernah di lewati.
Zaman anak-anak saya tidak semanis zaman anak-anak yang lain. Anak-anak mewah akan sentiasa mendapat pakaian baru bila-bila masa yang mereka inginkan, paling tidak pada akhir bulan bila mak dan ayah masing-masing mendapat gaji. Namun hal itu tidak berlaku dalam zaman kanak-kanak saya. Saya dilahirkan dalam keluarga petani yang pendapatan hanya cukup menampung makan dan perbelanjaan sekolah. Kami lima beradik tidak mampu bermimpi untuk selalu bertukar-tukar pakaian. Lalu kehadiran hari raya setiap tahun adalah hari-hari yang sangat-sangat kami tunggu-tunggu. Selalunya kak long yang diberi perhatian, selebihnya baru adik-adik. Dan sebagai anak ke tiga dan anak perempuan yang paling akhir, saya paling terpinggir. Bukan kerana ibu dan ayah tidak adil, tetapi hakikatnya saya bukanlah dapat keluar beraya sebebas sebagaimana kakak-kakak yang lain. Selalunya pakaian untuk saya, Ibu akan belikan saiz yang ngam-ngam dengan badan saya tidak seperti baju-baju kak long dan kak ngah yang lain. Alasan ibu, pakaian kakak nanti boleh diberikan pada saya, sebaliknya pakaian saya, tidak dapat diberikan pada adik-adik yang lain. Kerana dua adik selepas saya adalah lelaki.
Dasar-dasar penjimatan telah ada dalam keluarga kami. Kami beruntung, kerana ibu pandai menjahit, jadi pakaian kami tidak pernah bertempah termasuk pakaian kedua adik lelaki. Selalunya pakaian saya dijahit paling akhir oleh Ibu selepas pakaian adik beradik lain selesai. Sehingga hari ini saya tidak mengerti kenapa ibu berbuat demikian. Dan setiap kali Ibu menjahit pakaian untuk saya, saya akan duduk di hadapan Ibu menunggu hingga siap. Pada satu tahun perayaan, Ibu ubah trend, pakaian untuk saya dijahit terdahulu daripada adik beradik yang lain. Saya menunggu saat-saat ibu menjahit baju untuk saya, sehingga pada malam raya, Ibu langsung tidak menyebut tentang baju untuk saya sedangkan adik beradik yang lain telahpun siap tersangkut di dalam almari dengan rapi. Saya mendapatkan arwah ayah yang saya panggil Chek, langsung saya menangis. Chek hanya diam sambil mengelus kepala saya. Pada malam raya tersebut saya tidak dapat melelapkan mata sedangkan adik beradik yang lain telah berdengkur kerana tidak sabar menunggu hari esok.
Pada awal pagi kak long, kak ngah dan adik-adik telah bangkit untuk mandi sedangkan saya masih di tempat tidur menyembunyikan tangis di sebalik selimut. Saat itu tidak tersapu airmata saya. Beberapa kali kak ngah dan kak long mengejutkan saya, namun saya hanya membatu. Pada saya tidak ada hari raya pada tahun itu. Akhirnya suara kakak dan adik-adik saya tidak kedengaran lagi. Saya membuka gebar menatap lelangit kelambu yang kosong. Hiba dan terasa pilu. Tiba-tiba terdengar tapak kaki mendekati ruang tidur saya. Saya kembali memejamkan mata. Terasa tangan kepala saya diusap.
”Adik bangun, tengok Chek bawak apa ni?” Suara lembut Chek menyentuh pendengaran saya.
Waktu itu saya dibahasakan sebagai adik, kerana saya anak perempuan yang paling akhir. Saya membuka mata. Kelihatan Chek dan Ibu berdiri di hadapan saya dan di tangan Ibu ada sepasang baju kurung berkerawang benang berwarna keemasan yang sering saya merengek memintak dari ibu sebelumnya. Saya kembali menangis sambil memegang tangan Chek dan Ibu dan bangkit untuk ke perigi.
”Jangan menangis lagi. Nanti tak cantik” ujar ibu dengan senyum sambil memandang ke arah
Chek yang sedang menyarungkan baju untuk saya. Chek menyeka airmata di pipi saya.
Sehingga hari ini kenangan itu sangat menyentuh hati saya, dan sehingga ke saat ini saya tidak mengerti kenapa ibu membuat kejutan sehingga sedemikian rupa. Namun saya tetap menyedari bahawa Chek dah Ibu sangat-sangat menyanyangi saya dan anak-anak yang lain. Dan bila mengenangkan semuanya airmata saya sering tergenang.
Terima kasih Ibu dan Alfatihah buat arwah Chek.
”Chek , chek adalah seorang ayah terbaik di dunia ini.”

Sunday, September 7, 2008

KAD RAYA - BANGKITKAN RINDU

Sudah beberapa waktu saya tidak menulis blog. Hanya sesekali meninggalkan puisi sekadar berkongsi pemikiran dengan pembaca budiman. Waktu begitu pantas berlari, tanpa kita sedari kita telahpun berada di hari ketujuh Ramadhan. Selamat berpuasa kepada semua pembaca. Hendaknya ia belum lagi terlambat.

Semalam saya ke kedai buku di bandar Kuala Terengganu. Kedai yang sering saya kunjungi setiap ada kelapangan waktu atau pada hujung-hujung minggu. Sambil menilik pada rak-rak novel, saya sempat menjeling pada rak yang dipenuhi dengan kad-kad raya berbagai rupa dan konsep. Saya membelek-belek dan beberapa kad lukisan-lukisan kartun dengan berbagai lakaran karektor. Tampak pada bahagian hadapan bersahaja dan sesuai dengan konsep kartunnya, namun bila dibaca pada bahagian dalam, ternyata kata-kata agak menyentuh. Antara kata-kata yang sempat saya rakam di kotak ingatan saya.
”Sekalipun awak tidak mesra, namun saya tahu, saya tetap ada di hati awak!”

Sejak beberapa tahun kebelakangan ini saya hanya menghantar kad-kad raya maya melalui emel dan sejak itu, saya tidak menunggu kehadiran posmen ke rumah atau ke ofis untuk kad-kad raya. Pada saya kad maya lebih baik. Ia tidak memerlukan duit stem, tidak perlu ke pejabat pos, tidak perlu beratur dan berbagai alasan yang saya ada-adakan. Apalagi kad-kad maya itu disediakan secara interaktif dan begitu kreatif. Namun pada tahun ini saya mula merasakan satu kelainan. Saya mula merasa rindu untuk menerima kad-kad seperti beberapa tahun yang lalu. Kad yang boleh dipegang, disimpan dan dibuka bila-bila masa bila diperlukan. Saya rindu untuk menerima kad-kad yang boleh saya buka sampulnya, kemudian saya belek dan saya baca. Saya juga ingin teman-teman saya merasai apa yang saya rasa saat itu. Lantas saya membelek beberapa keping kad sambil mencongak-congak teman-teman yang sempat muncul di ingatan saya saat itu. Saya ingin kembali kepada masa lalu.

Sesampai di rumah saya kembali memikirkan beberapa orang teman-teman yang tercicir. Saya senaraikan sebagaimana yang muncul di benak. Subhanallah! Rupanya masih ramai teman-teman saya yang melekat di dada saya. Saya perlu menambah sejumlah lagi kad-kad untuk mereka. Insya-ALLAH tengahari nanti saya akan mengambil sedikit waktu untuk ke kedai itu lagi. Dan kepada rakan pembaca yang teringin untuk menerima kad raya tulislah alamat lengkap. Mudahan silaturahim sesama ummah makin berkembang. Sekali lagi saya ucapkan selama menjalani ibadah puasa dan selamat menyambut Hari Raya Idilfitri.

Monday, September 1, 2008

ADA YANG TERTINGGAL

Saat kau datang
aku bukakan jendela
lalu kita saling berbicara.

Saat kau pergi
aku tutup jendela
namun seperti ada yang tertinggal.

Indah Hairani
1 Sept 2008